Cinema Technology-Animation-Walt Disney
Artikel sebelumnya menceritakan bagaimana perkembangan digital cinema dewasa ini. Saat ini akan dibahas bagaimana dengan perkembangan bioskop yang harusnya juga mengikuti perkembangan dunia perfilman. Siapa yang tidak menyukai menonton film di bioskop yang di lengkapi dengan layar yang besar dengan sound yang baik? Semuanya menyukainya apalagi bioskop yang sudah dilengkapi dengan 3D makin membuat hidup setiap hal yang kita lihat pada layar tersebut. Seiring dengan perkembangan teknologi perfilman, maka teknologi bioskop pun harus semakin baik sehingga bioskop tidak tertinggalan dan akhirnya pun ditinggalkan oleh banyak orang. Biasanya yang dilakukan adalah menambahkan efek khusus yang membuat film lebih dramatis dan terlihat nyata. Tata warna dan cahayanya pun bisa di sesuaikan dengan si pembuatnya. Kalau kita selidiki perkembangan bioskop maka sosok seorang Robert Paul jangan sampai kita lupakan.
Pada tahun 1895, Robert Paul mendemonstrasikan teknologi proyektor film di London. Alat itu membuat serangkaian gambar statis (still photo) yang disorot ke layar, yang serta-merta menjadi gambar hidup. Auguste dan Louis Lumiere juga mengambil bagian dalam hal ini. Mereka menciptakan alat cinema-tographe, yang merupakan modifikasi kinetoscope milik Thomas Alva Edison. Fungsi kinetoscope adalah melihat gambar bergerak dengan cara mengintip dari satu lubang. Lumiere membuatnya mampu memproyeksikan gambar bergerak sehingga bisa disaksikan lebih dari satu orang. Itulah salah satu dari sekian perkembangan bioskop yang sampai saat ini kita rasakan terutama di Indonesia.
Dewasa ini, sudah semakin banyak perkembangan bioskop yang berkembang pesat, kita tengok bioskop Blitzmegaplex yang menjadi bioskop 3D yang pertama dengan menggunakan RealD pada bulan Juni 2009 lalu. Bioskop 21 (Cineplex 21 Group) tidak mau ketinggalan. Bioskop ini menjadi jaringan cineplex di Indonesia. Jaringan bioskop ini tersebar di beberapa kota besar di seluruh Indonesia yang didukung oleh teknologi tata suara Dolby Digital dan THX. Cinema 21 membuat 3 merek atau tempat bioskop yaitu Cinema 21, Cinema XXI, dan The Premiere. Cinema XXI hadir pertama kali di Plaza Indonesia Entertainment X'nter. Perbedaannya dengan Cinema 21 adalah terletak dari fasilitas yang disediakan seperti penggunaan sofa empuk di keseluruhan studionya, dan memiliki sertifikat THX untuk semua studionya. Karena perkembangan perfilman yang menggunakan 3D, maka beberapa Cinema XXI sudah mengaplikasikan teknologi Dobly Digital Cinema 3D. Adapula Premiere yang ditujukan bagi mereka yang bukan hanya menonton dengan fasilitas biasa tetapi dengan fasilitas mewah seperti adanya lobby khusus, kursi khusus seperti kelas bisnis di dalam pesawat, penyediaan selimut dan hal yang lainnya. The Premiere saat ini hadir di Supermal Karawachi, Senayan City, Pondok Indah, Emporium Pluit, Puri dan Gading. Itulah salah satu perkembangan teknologi bioskop yang mengikuti perkembangan perfilman saat ini.
Bioskop dulu menggunakan rol film. Rol Film adalah master copy dari film yang tengah beredar. Jika kalian pernah menonton film “Janji Joni” maka film tersebut menggambarkan secara jelas bagaimana ada seseorang yang mengerjakan bagian tertentu dalam pemutaran film di bioskop yaitu pengantar roll film. Maka dari ini perbedaan penayangan antara satu bioskop dengan bioskop lain tidak pernah sama jam penayanganya, paling tidak perbedaannya adalah setengah jam atau satu jam. Kita juga sering menggunakan VCD dan DVD untuk menonton film dengan menggunakan media televisi ataupun computer. VCD dan DVD menggunakan format MPEG-2 sedangkan pada bioskop format yang digunakan adalah CINEON dan DPX ( Digital Picture eXchange. Bila MPEG-2 mengkompresi frame demi frame menjadi pixel.
CINEON/DPX ini tidak mengkompresnya sama sekali. VCD menghabiskan ruang sebesar 700 MB, DVD menghabiskan ruang sebesar 4 GB. CINEON/DPX menghabiskan sekitar 1 Terabit (TB), untuk satu film saja. Perbandingannya, 1 TB = 1.024 GB = 1.048.576 MB. Perbandingan yang lebih sederhananya, 2 buah CD dapat menyimpan 1 judul filem dengan resolusi rendah, 1 buah DVD dapat menyimpan 3 judul filem dengan resolusi tinggi, dan 1 buah media dengan format CINEON/DPX dapat menyimpan lebih dari 200 judul filem setara dengan kualitas DVD. Jadi, untuk menyediakan satu judul film dengan format CINEON/DPX, tidak mungkin menggunakan media CD atau DVD lagi. Satu media yang mungkin adalah Harddisk dengan kapasitas sebesar itu. Itulah gambaran perkembangan yang ada dibalik pemutaran film di bioskop
Saat ini akan dibahas salah satu pemakaian digital atau teknologi di dunia perfilman. Jika saya mengatakan Walt Disney maka anda akan membayangkan cerita animasi-animasi yang menggunakan kualitas gambar yang baik dan cerita unik seperti cerita dari kerajaan yang dilatarbelakangi dengan banyak gambar pegunungan, kebun bunga dan hal-hal lainnya. Mickey Mouse, Minnie Mouse, Donald Duck, Snow White juga kita kenal dari film yang menggunakan animasi ini sebagai hal yang utama dalam proses perfilman mereka. Merekalah yang menjadi perkembangan animasi terpenting dari America Serikat. Yang mana dibuat dari tahun 1928 sampai tahun 1940 melalui film Silly Simphony dan pada tahun 1931 film animasi yang telah dilengkapi dengan warna yang indah adalah film “flowes and trees”. Kartun panjang pertama kali pun adalah “Snow white and seven dwarfs” pada tahun 1938.
Pemakaian software dalam animasi terkhususnya Walt Disney akan dijelaskan pada bagian ini. Software yang digunakan adalah
1. CGI adalah aplikasi bidang komputer grafis (CG) atau, lebih khusus, komputer grafis 3D untuk efek khusus dalam film. CGI digunakan untuk efek visual karena komputer efek yang dihasilkan lebih terkendali daripada proses lebih berbasis fisik lainnya, seperti membangun miniatur untuk efek gambar melakukan penambahan untuk adegan keramaian, dan memungkinkan pula penciptaan gambar yang tidak layak menggunakan dengan teknologi. Ketersediaan perangkat lunak terbaru CGI dan meningkatnya kecepatan komputer telah memungkinkan seniman individu dan perusahaan kecil untuk memproduksi film-film kelas profesional,dll
2. WDAS’s texture mapping system, Ptex, yang telah tersedia sejak 15 Januari 2010. Ptex dikembangkan oleh WDAS principal software engineer Brent Burley untuk penggunaan dalam produksi-kualitas rendering, dan diarahkan untuk dapat diadopsi secara luas. Software ini dapat mengeliminasi kebutuhan kebutuhan akan tugas pekerja intensive UV dan membosankan dengan menerapkan tekstur yang terpisah bagi tiap face subdivisi atau polygon mesh. format file Ptex secara efisien dapat menyimpan ratusan dari ribuan texture image pada single file, menghasilkan pengurangan yang signifikan pada load server. Ptex API, yang oleh WDAS dirilis sebagai open source, menyediakan cache file I/O dan filtering kualitas tinggi - semua yang dibutuhkan untuk memudahkan menambah support Ptex support untuk produksi renderer berkualitas atau texture authoring application.
Dengan peningkatan dalam kebutuhan kompleksitas render dalam film animasi, tim WDAS menemukan bahwa standar metode mapping texture yang telah digunakan menjadi tidak efisien dan mempersulit artis/animator dalam mempergunakannya yang mana sebagai upaya meningkatkan efisiensi dan kualitas texture mapping pada geomoetry yang kompels dan ruwet.
Software pendukung lainnya kurang lebih ada
1. 3D Studio Max 7.0
3D Studio Max merupakan software grafik yang memadukan antara Graphic Vector dengan Raster Image, untuk menghasilkan hasil rancangan Virtual Reality atau mendekati keadaan yang sebenarnya.
1. Adobe After Effects 7.0
Adobe After Effects 7.0 digunakan untuk membuat berbagai efek pada sebuah animasi.
2. Adobe Premiere Pro 2.0
Adobe Premiere Pro 2.0 adalah seri terbaru dari Adobe Premiere. Adobe Premiere Pro 2.0 merupakan program yang sangat popular dalam dunia editing film. Dibuat oleh perusahaan software yang terkenal, yaitu Adobe. Adobe Premiere Pro 2.0 dibuat untuk melakukan editing film dan juga untuk membuat animasi video digital.
3. Adobe Photoshop 9.0
Software Editing Image yang sangat popular. Dibuat dengan fitur lengkap sehingga menghasilkan karya Image yang lebih handal dan menakjubkan
Saya sendiri pun sebagai pemirsa atau penonton yang menikmati perfilman yang ada terkhusus film animasi sangat menikmati hasil dari apa yang telah dilakukan. Memang pengeluaran film animasi ini dilakukan jauh lebih lama daripada perfilman yang tidak menggunakan animasi. Hal ini dikarenakan begitu rumit dan proses yang panjang yang harus dilalui untuk hasil yang luar biasa. Oleh karena itu tidak sedikit orang yang sangat menyukai film animasi terlebih dari Walt Disney yang mana ditonton bukan hanya oleh anak kecil tetapi oleh orang dewasa atau pun orang tua. Efek gambar, pergerakannya, efek suara yang dihasilkan serta perwarnaan yang pas memiliki tempat tersendiri di hati saya sebagai pengagum film animasi Walf Disney ini sejak kecil.
Sumber :
Sumber gambar : www.google.com