Seorang pengendara motor miskin sedang mencari pekerjaan. Tiap tempat, ia kunjungi tapi tetap dia belum mendapatkan pekerjaan. Ditengah perjalanannya, dengan tidak sengaja dia menabrak belakang sebuah mobil mewah. Kaca kanan belakang mobil tersebut pecah. Meski jalanan tampak sepi saat itu, si pemuda tersebut tidak melarikan diri tetapi dia kemudian mencari sang pemilik mobil untuk akhirnya jujur dan bertanggungjawab atas apa yang telah ia lakukan. Ia tahu bahwa aka nada resiko yang harus dia lakukan untuk menebus kesalahannya. Tetapi apa yang terjadi??. Ketika ia menceritakan kejadian tersebut, si pemuda tidak mendapatkan sangsi apa-apa bahkan lebih daripada itu si pemuda mendapatkan pekerjaan karena sang pemilik mobil melihat kejujuran dari si pemuda tersebut.
Mungkin bisa saja si pemuda kabur. Situasi sudah sangat mendukung. Jalanan sepi dan tidak ada seorangpun yang melihat bahwa ialah yang menabrak mobil mewah tersebut. Melarikan diri dan menghindari resiko itu. Bisa saja hal itu yang ia lakukan. Mengganti perbaikan sebuah lampu mobil tidaklah murah apalagi saat itu ia sama sekali belum mendapatkan pekerjaan. Tetapi si pemuda lebih memilih untuk jujur dan bertanggungjawab dan kenyataan berbeda dari apa yang biasa kita pikirkan. Pemuda mendapatkan pekerjaan atas kejujuran yang ia lakukan.
Apakah ketidakjujuran adalah suatu hal yang wajar bagi kita untuk menghindari resiko akibat dari perbuatan kita. Tetapi Tuhan tetap meminta kita untuk sama-sama belajar memegang prinsip bahwa kejujuran harus menjadi salah satu dari kepribadiaan kita. Mungkin dunia berkata “kejujuran berarti hancur”, tetapi Allah pun berkata ‘kejujuran berarti mujur”.
Terispirasi dari buku Renungan Harian Maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar