Tema : Manusia dan Keadilan
Seorang Ibu menerima surat dari anaknya yang telah bertahun-tahun menghilang. Ia adalah anak satu-satunya. Anak tersebut ditugaskan perang ke Vietnam pada tahun 4 dan sejak 3 tahun yang terakhir, orang tuanya tidak pernah mendengar kabar lagi dari putera tunggalnya tersebut. Mereka menduga bahwa anaknya telah gugur di medan perang. Jadi dapat dibayangkan kebahagiaan ibunya menerima surat dari anaknya itu. Dalam surat tersebut tercantum bahwa anaknya akan pulang minggu itu.
Sepanjang minggu itu ia mempersiapkan segalanya untuk menyambut kedatangan putera tunggal kesayangannya, termasuk sebuah pesta penyambutan khusus untuk dia. Daftar undangan sudah dibuat dengan mengundang seluruh anggota keluarga, teman-teman dan rekan-rekan bisnis suaminya.
Pada suatu siang, si ibu menerima telepon dari anaknya yang sudah berada di airport.
Si anak : “Bu bolehkah saya membawa kawan baik saya ?”
Si ibu : “oh sudah tentu, rumah kita besar dan kamarpun cukup
banyak, bawa saja, jangan segan-segan bawalah nak “
Si anak : “Tetapi kawan saya cacat, dia korban perang Vietnam .”
Si Ibu : “….oh tidak masalah, bolehkah saya tahu, bagian mana yang
cacat?” nada suara si ibu sudah agak menurun.
Si Anak : “Ia kehilangan tangan kanan dan kedua kakinya”.
Si Ibu : dengan nada agak terpaksa, karena si Ibu tidak mau
mengecewakan hati anaknya , “Asal hanya untuk beberapa
hari saja, saya kira tidak jadi masalah Nak “.
Si Anak : “tetapi masih ada satu hal lagi yang harus saya ceritakan sama
Ibu, kawan saya itu wajahnya turut rusak begitu juga
kulitnya, karena sebagian besar hangus terbakar. Pada saat
ia mau menolong kawannya ia menginjak ranjau, sehingga
bukan tangan dan kakinya yang hancur melainkan seluruh
wajah dan tubuhnya ikut terbakar !”
Si Ibu : dengan nada kecewa dan kesal: “Na…ak…lain kali saja
kawanmu itu diundang ke rumah kita. Untuk sementara suruh
saja ia tinggal di hotel, kalau perlu biar ayahmu yang bayar
biaya penginapannya!”
Si Anak : “….tetapi ia adalah kawan baik saya Bu, saya tidak ingin pisah
dari dia!”
Si Ibu : “Cobalah renungkan olehmu Nak, ayah kamu adalah seorang
konglomerat yang ternama dan kita sering kedatangan para
pejabat tinggi maupun orang-orang penting yang berkunjung
ke rumah kita, mapalagi pada malam kedatanganmu kita
akan mengadakan perjamuan malam bahkan akan dihadiri
oleh seorang menteri, apa kata mereka apabila mereka nanti
melihat tubuh yang cacat dan wajah yang rusak?
Bagaimana lingkungan bisa menerima kita nanti? Apakah tidak
akan
menurunkan martabat kita?bahkan jangan-jangan nanti bisa
merusak citra bisnis usaha dari ayahmu nanti.”
Tanpa ada jawaban lebih lanjut dari anaknya telepon diputuskan dan ditutup.
Karena yakin hari itu anaknya pulang, orang tua tersebut maupun para tamu berkumpul-berpesta menunggu hingga jauh malam, ternyata anak tersebut tidak pulang. Ibunya mengira anaknya marah, karena tersinggung, disebabkan temannya tidak boleh datang berkunjung ke rumah mereka. Jam tiga subuh pagi, mereka mendapat telepon dari rumah sakit, agar mereka segera datang kesana, karena harus mengidentifikasikan mayat dari orang yang bunuh diri. Mayat dari seorang pemuda bekas tentara Vietnam, yang telah kehilangan tangan dan kedua kakinya dan wajahnya yang telah rusak karena terbakar. Tadinya mereka mengira bahwa itu adalah tubuh teman anaknya, tetapi kenyataannya pemuda tersebut adalah anaknya sendiri! Untuk membela nama dan status akhirnya mereka kehilangan putera tunggalnya!
Tragis sekali cerita diatas tentang sebuah keluarga yang akhirnya kehilangan anggota keluarganya karena membela sesuatu yang tidaklah terlalu berharga.
Cerita diatas menggambarkan keadaan yang sering terjadi di sekitar kehidupan kita. Berapa banyak akhirnya yang kita perlakukan kepada orang lain dan hal tersebut membuat kita kehilangan banyak hal. Terkadang kita tidak menyadari apa yang kita lakukan atau katakan dan ketika hal buruk seperti kehilangan orang-orang yang kita sayangi mulai terjadi maka barulah kita menyadari betapa kejamnya kita melakukan hal tersebut kepada orang lain.
Tulisan saya kali ini mengambil judul ”Ketidakadanya penerimaan seutuhnya”. Semua orang butuh adanya pengakuan yaitu pengakuan akan keberadaan dirinya di muka bumi ini,lingkup yang lebih kecil adalah di lingkungan tempat dia berada. Seorang anak butuh pengakuan dari kedua orang tuanya bukan hanya sekedar dilahirkan. Seorang teman butuh pengakuan bukan hanya sekedar pajangan yang hanya sebagai penghias keberadaan kita. Pacar butuh pengakuan bukan hanya sebagai tempat penghilang rasa kesepian. Terkadang seseorang memiliki criteria khusus dalam melihat orang lain. Hal ini benar, seseorang hrus memiliki criteria yang baik agar dalam kehidupannya pula mereka berada ada jalur yang baik. Tetapi jangan sampai hal ini menutup kemungkinan bahwa kita seseorang yang akhirya tidak bias menerima orang lain apa adanya. Kriteria yang kita ajukan menjadikan kita seseorang yang akhirnya menuntut orang lain untuk sesuai dengan apa yang kita inginkan dan jika hal ini semakin lama semakin tidak sesuai dengan criteria kita, tekadang seseorang melakukan hal-hal yang akhirnya melukai perasaan orang lain. Seperti cerita diatas dimana anak tersebut sangat ingin bertemu keluarganya. Hanya saja orang tua tersebut mempelihatkan ketidaktarikan atau ketidakmauan mereka menerima orang lain dalam keadaan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Padahal hal tersebut tejadi dalam diri anak mereka sendiri. Jangan sampai hal ini kita pula rasakan. Akhir yang buruk akan pula kita dapatkan. Seperti halnya cerita diatas yang menggambarkan orang tua tersebut kehilangan anak mereka demikian pula hal tersebut dapat saja terjadi dalam kehidupan kita yaitu kita akhirnya kehingan seseoran yang sebenarnya menyayangi kita, tetapi akibat perbuatan kita yang tidak menerima seutuhnya maka hal tersubt membuat kita kehilangan banyak hal. Untuk itu mari kita mulai menerima orang lain apa adanya bukan apa yang ada padanya. God Bless You all… =)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar